1. Hidupku hari ini hanya dipenuhi Ibunda.
Ia begitu lemah di pembaringan putih, namun tidak dengan semangatnya. Lewat tatapan mata dan nada suaranya membuatku tergetar. Ia mencoba menangkap apa yang dibicarakan setiap pembezuk.
Sesekali Ia bertanya : Hari ini hari apa ? Sebagai seorang Jawa Ia begitu percaya harinya adalah hari Sabtu Pahing. Lalu ia akan mengatupkan matanya perlahan tertidur di sela-sela nafasnya. Aku akan pandangi betapa wajahmu teduh. Kutahan keinginanku untuk mengelus rambutnya yang putih kawatir membangunkan tidurnya. Tak kusadari tangannya yang bengkak masih menggenggam erat jemariku.
Aku tidak ingin menangis karena sudah kuhabiskan tangsiku sepanjang ratusan kilometer . Aku ingin tersenyum aku ingin ia terhibur. Tiba-tiba suaranya jelas sekali bertanya : Kenapa kamu tidak kerja. Dalam kebingungan aku menjawab : O ini hari minggu Bu, besok saya masuk. Ia menggangguk.
Puluhan pesan kuterima menguatkan dari sekian sahabat. Sahabat-Sahabat menengok. Kakak Sulungku berkata : Besok kita mesti ziarah ke makam Ayah. Kakak Keempat berkata tadi melihat secara bathin Ayah menjenguk. Dengan ringan kujawab : Ya-lah, Ia kan Kekasihnya.
Aku sambangi Pak Man pembantu kami di saat kecil. Ia begitu setia tiap malam menjagai Ibu. Ingat dulu Ia hanya pengangon kambing dari desa yang kemudian dicarikan Ibu kerja sebagai Penjaga Sekolah. Kini ia sudah pensiun. Pak Man bercerita : Bagiku Mbah Uti adalah yang memberi jalan kehidupan. Aku ingin berbakti semampuku. Aku pergi, tak sanggup meleleh air mata. Beberapa keponakan yang dulu juga datang dari desa dan mondok di rumah kami berdatangan. Mencium tangan dan mendoakan khusuk. Ibu sudah menjadi tokoh tertua di antara tetangga.
Perjalanan menuju pemakaman ayah melalui desa berbukit lembah hijau cukup menghiburku dalam diam. Keempat kakakku sempat tersenyum dan tertawa setelah tegang beberapa hari ingat masa kecil di desa dulu. Ini tempat aku main gledekan ( gerobak kecil ), Itu ada kedung ( Cekungan Kali ) tempat kita terjun mandi, di sawah ini kita mulai memburu belut, dan di surau itu kami tertidur, ini jalanan tempat ayah sering mengajak jalan jauh sampai kaki lecet. Pembangkit tua zaman Belanda, Timo telah kami lalui.
Di makam ayah kami tidak hanya berdoa, tapi juga berbicara selayaknya almahrum masih hidup. Izinkanlah kami Ya Allah merawat Ibu lebih lama. Berikanlah anak-anakmu Kesempatan bukan hanya berbakti namun menunjukkan kasih sayang kami.
Suster RS Elizabeth mengejutkanku bertanya tentang prosedur ASKES dsbnya yang aku tak tahu. Protein tinggi akan diinfuskan. Ibunda melirik, aku bilang : Vitamin mau ditambahkan agar Ibu semakin sehat. Sebagai karyawan Rumah Sakit, Beliau sangat percaya dengan obat-obatan.
Aku mengalihkan perhatian dengan berkata : tadi aku ke Lempong, Rumah Ibu sudah direnovasi lebih bagus sesuai pesannya.
Seorang sahabat mengirim indah puisi Emha tentang Ibunda.
Sahabat mengingatkan petikan syair Leo Kristi, Anna Rebana :
” Kau, dalam seluruh waktu lewat hidupmu.
Yang mempertaruhkan segalanya bagimu “
Tiba-tiba aku mesti menangis.
Bukan hanya sedih tapi Bahagia.
Sepertinya sebentar lagi tugas Ibu telah sempurna
Sementara lelahku belum juga hilang.
2. Ibunda, Cinta Segala Cinta.
Dua minggu kemudian di sela-sela kesibukan kantor saya mesti pamit kepada rekan sekerja yang orang Australia dan Taiwan itu karena dikabari Ibu kritis. Esoknya saya lihat Ibu makin rapuh dan pasrah. Ia selalu minta diingatkan waktu sholat walau kini tak mampu lagi. Ibu selalu mengajarkan mengingat Tuhan di setiap waktu. Ibu yang berpendidikan rendah mengajarkan hal mulia paling sederhana dalam kehidupan.
Saya dan Istri memutuskan pulang ke Jakarta naik kereta sore ketika dikabari Ibu makin kritis keluarga sudah dikumpulkan. Kami turun di Tegal dan teman-teman area Sales mengantar kami secara estafet ke Semarang
Dokter muda memanggil aku dan kakakku nomer 3 dengan layar monitor kontrol ia menerangkan kondisi ibu makin memburuk baik fungsi nafas dan jantung. Ia meminta bila kritis berlanjut kami diminta bantu berdoa. Kami mengiyakan keluar ruangan dan melihat kakak lelaki ke 4 layu di bangku tunggu. Ia paling kecil hatinya, kami harus menjaga agar tetap tabah. Saya membesarkan hatinya.
Ketika lelah kantuk menyerang 5 menit kemudian dokter muda itu memanggil kembali. Ibu sedang kritis dan diberikan nafas buatan. Suster dengan suara keras mengitakakan kami untuk melupakan kesediahn dengan sesegera membantu doa. Kakakku ketiga di sisi kiri aku di sisi kanan. Kubimbing Ibu membaca doa seperti aku yakin beliau mendengar walaupun mata telah terpejam dan nafas tersengal-sengal. Beberapa saat kristis dilewati kemudian serasa Ibu telah tiada. Kakakku ketiag segera memberi ucapan terimakasih atas usaha dokter muda itu segera pergi kelaur mengabari adik-adiknya dengan wajah lesu. Aku masih bersemangat karena Ibu memang begitu suka membaik lalu memburuk lagi. Saya bilang dengan menahan isak : “ Dokter, tolong dipastikan apakah Ibunda kami telah wafat ?”
Sementara sang dokter pergi menyiapkan peralatan tiba-tiba kulihat Ibu bernafas seperti orang tersedak tiga kali … Sakratul mautkah ? Lalu dokter muda itu merekam kembali jantung dan paru-paru kemudian melihat dengan cermat kelopak mata sebelum mengucapakan dalam bahsa Jawa yang halus menegaskan Ibu telah wafat. Aku menangis dan menciumnya seraya berbisik : “ Sugeng Kundur Bu … “
Hanya satu yang kuingat suara sandalnya yang bergesek di ubin tua yang menandakan Ibunda telah pulang kerja dan aku langsung sontak bangun tak jadi tidur siang di kala masih kecil …
Ibunda, Aku merindukanmu.
IBUNDA SAMUDRA KESABARAN DAN CINTA KASIH
Ibunda,
selalu memberikan yang terbaik dengan segala kelembutannya
Ia mengajari kita pertama kali berjalan dan membaca
Ia menyuapi kita dengan makanan terbaik yang dimasak dengan tangannya sendiri
Ia mendengarkan dengan penuh perhatian dan kasih di saat kami tumbuh remaja
Ia selalu terdepan menolong kami di saat kami jatuh dalam segala cobaan kehidupan
Ia tak pernah mengeluh menjalani hidupnya penuh senyum sumringah
Ia mengajarkan keichlasan dalam keramahtamahan kepada setiap orang
Ia selalu mengingatkan di setiap bangun terjaga agar selalu mengingat Allah Yang Maha Kuasa
Ia juga mengajak kita bercanda dengan mengenang masa lalu
yang baginya senantiasa semuanya selalu indah
Dari tangannya mengalir cinta kasih bagi keluarga, saudara, tetangga dan sesama
Ibunda,
Doakanlah kami bila setiap rindu kami kepadamu datang
Biarlah kami ganti dengan mencontoh suri tauladanmu
Ibunda,
Engkau telah mempertaruhkan segalanya bagi kami
di sepanjang hidupmu
Ibunda,
Cinta Segala Cinta,
Doa Segala Doa
Ibunda,
Engkaulah Samudra Kesabaran dan Cinta Kasih