Posted by: sepanjanglempong | July 31, 2012

Ibunda, Cinta Segala Cinta

1. Hidupku hari ini hanya dipenuhi Ibunda.
 
Ia begitu lemah di pembaringan putih, namun tidak dengan semangatnya. Lewat tatapan mata dan nada suaranya membuatku tergetar. Ia mencoba menangkap apa yang dibicarakan setiap pembezuk.
 
Sesekali Ia bertanya : Hari ini hari apa ? Sebagai seorang Jawa Ia begitu percaya harinya adalah hari Sabtu Pahing. Lalu ia akan mengatupkan matanya perlahan tertidur di sela-sela nafasnya. Aku akan pandangi betapa wajahmu teduh. Kutahan keinginanku untuk mengelus rambutnya yang putih kawatir membangunkan tidurnya. Tak kusadari tangannya yang bengkak masih menggenggam erat jemariku.
 
Aku tidak ingin menangis karena sudah kuhabiskan tangsiku sepanjang ratusan kilometer . Aku ingin tersenyum aku ingin ia terhibur. Tiba-tiba suaranya jelas sekali bertanya : Kenapa kamu tidak kerja. Dalam kebingungan aku menjawab : O ini hari minggu Bu, besok saya masuk. Ia menggangguk.
Puluhan pesan kuterima menguatkan dari sekian sahabat. Sahabat-Sahabat menengok. Kakak Sulungku berkata : Besok kita mesti ziarah ke makam Ayah. Kakak Keempat berkata tadi melihat secara bathin Ayah menjenguk. Dengan ringan kujawab : Ya-lah, Ia kan Kekasihnya.
 
Aku sambangi Pak Man pembantu kami di saat kecil. Ia begitu setia tiap malam menjagai Ibu. Ingat dulu Ia hanya pengangon kambing dari desa yang kemudian dicarikan Ibu kerja sebagai Penjaga Sekolah. Kini ia sudah pensiun. Pak Man bercerita : Bagiku Mbah Uti adalah yang memberi jalan kehidupan. Aku ingin berbakti semampuku. Aku pergi, tak sanggup meleleh air mata. Beberapa keponakan yang dulu juga datang dari desa dan mondok di rumah kami berdatangan. Mencium tangan dan mendoakan khusuk. Ibu sudah menjadi tokoh tertua di antara tetangga.

Perjalanan menuju pemakaman ayah melalui desa berbukit lembah hijau cukup menghiburku dalam diam. Keempat kakakku sempat tersenyum dan tertawa setelah tegang beberapa hari ingat masa kecil di desa dulu. Ini tempat aku main gledekan ( gerobak kecil ), Itu ada kedung ( Cekungan Kali ) tempat kita terjun mandi, di sawah ini kita mulai memburu belut, dan di surau itu kami tertidur, ini jalanan tempat ayah sering mengajak jalan jauh sampai kaki lecet. Pembangkit  tua zaman Belanda, Timo telah kami lalui.
 
Di makam ayah kami tidak hanya berdoa, tapi juga berbicara selayaknya almahrum masih hidup. Izinkanlah kami Ya Allah merawat Ibu lebih lama. Berikanlah anak-anakmu Kesempatan bukan hanya berbakti namun menunjukkan kasih sayang kami.
 
Suster RS Elizabeth mengejutkanku bertanya tentang prosedur ASKES dsbnya yang aku tak tahu. Protein tinggi akan diinfuskan. Ibunda melirik, aku bilang : Vitamin mau ditambahkan agar Ibu semakin sehat. Sebagai karyawan Rumah Sakit, Beliau sangat percaya dengan obat-obatan.
Aku mengalihkan perhatian dengan berkata : tadi aku ke Lempong, Rumah Ibu sudah direnovasi lebih bagus sesuai pesannya.
Seorang sahabat mengirim indah puisi Emha tentang Ibunda.
 
Sahabat mengingatkan petikan syair Leo Kristi, Anna Rebana :
” Kau, dalam seluruh waktu lewat hidupmu.
Yang mempertaruhkan segalanya bagimu “
Tiba-tiba aku mesti menangis.
Bukan hanya sedih tapi Bahagia.
Sepertinya sebentar lagi tugas Ibu telah sempurna
Sementara lelahku belum juga hilang.

2. Ibunda, Cinta Segala Cinta.
 
Dua minggu kemudian di sela-sela kesibukan kantor saya mesti pamit kepada rekan sekerja yang orang Australia dan Taiwan itu karena dikabari Ibu kritis. Esoknya saya lihat Ibu makin rapuh dan pasrah. Ia selalu minta diingatkan waktu sholat walau kini tak mampu lagi. Ibu selalu mengajarkan mengingat Tuhan di setiap waktu. Ibu yang berpendidikan rendah mengajarkan hal mulia paling sederhana dalam kehidupan.
 
Saya dan Istri memutuskan pulang ke Jakarta naik kereta sore ketika dikabari Ibu makin kritis keluarga sudah dikumpulkan. Kami turun di Tegal dan teman-teman area Sales mengantar kami secara estafet ke Semarang
Dokter muda memanggil aku dan kakakku nomer 3 dengan layar monitor kontrol ia menerangkan kondisi ibu makin memburuk baik fungsi nafas dan jantung. Ia meminta bila kritis berlanjut kami diminta bantu berdoa. Kami mengiyakan keluar ruangan dan melihat kakak lelaki ke 4 layu di bangku tunggu. Ia paling kecil hatinya, kami harus menjaga agar tetap tabah. Saya membesarkan hatinya.
 
Ketika lelah kantuk menyerang 5 menit kemudian dokter muda itu memanggil kembali. Ibu sedang kritis dan diberikan nafas buatan. Suster dengan suara keras mengitakakan kami untuk melupakan kesediahn dengan sesegera membantu doa. Kakakku ketiga di sisi kiri aku di sisi kanan. Kubimbing Ibu membaca doa seperti aku yakin beliau mendengar walaupun mata telah terpejam dan nafas tersengal-sengal. Beberapa saat kristis dilewati kemudian serasa Ibu telah tiada. Kakakku ketiag segera memberi ucapan terimakasih atas usaha dokter muda itu segera pergi kelaur mengabari adik-adiknya dengan wajah lesu. Aku masih bersemangat karena Ibu memang begitu suka membaik lalu memburuk lagi. Saya bilang dengan menahan isak : “ Dokter, tolong dipastikan apakah Ibunda kami telah wafat ?”
Sementara sang dokter pergi menyiapkan peralatan tiba-tiba kulihat Ibu bernafas seperti orang tersedak tiga kali … Sakratul mautkah ? Lalu dokter muda itu merekam kembali jantung dan paru-paru kemudian melihat dengan cermat kelopak mata sebelum mengucapakan dalam bahsa Jawa yang halus menegaskan Ibu telah wafat. Aku menangis dan menciumnya seraya berbisik : “ Sugeng Kundur Bu … “
Hanya satu yang kuingat suara sandalnya yang bergesek di ubin tua yang menandakan Ibunda telah pulang kerja dan aku langsung sontak bangun tak jadi tidur siang di kala masih kecil …
Ibunda, Aku merindukanmu.

IBUNDA SAMUDRA KESABARAN DAN CINTA KASIH
 
Ibunda,
selalu memberikan yang terbaik dengan segala kelembutannya
 
Ia mengajari kita pertama kali berjalan dan membaca
Ia menyuapi kita dengan makanan terbaik yang dimasak dengan tangannya sendiri
Ia mendengarkan dengan penuh perhatian dan kasih di saat kami tumbuh remaja
Ia selalu terdepan menolong kami di saat kami  jatuh dalam segala cobaan kehidupan
Ia tak pernah mengeluh menjalani hidupnya penuh senyum sumringah
Ia mengajarkan keichlasan  dalam keramahtamahan kepada setiap orang
Ia selalu mengingatkan di setiap bangun terjaga agar selalu mengingat  Allah Yang Maha Kuasa
Ia juga mengajak kita bercanda dengan mengenang masa lalu
yang baginya senantiasa semuanya selalu indah
Dari tangannya mengalir cinta kasih bagi keluarga, saudara, tetangga dan sesama
 
Ibunda,
Doakanlah kami bila setiap rindu kami kepadamu datang
Biarlah kami ganti dengan mencontoh suri tauladanmu
 
Ibunda,
Engkau telah mempertaruhkan segalanya bagi kami
di sepanjang hidupmu
 
Ibunda,
Cinta Segala Cinta,  
Doa Segala Doa
 
Ibunda,
Engkaulah Samudra Kesabaran dan Cinta Kasih

Posted by: sepanjanglempong | June 1, 2012

Cintanya Ainun dan Habibie

Sahabat,

Baru-baru ini saya menemukan buku Habibie dan Ainun, walau dikisahkan tidak dengan bahasa sastra cerita cinta mereka mengalir penuh keindahan. Ketika Habibie harus berpisah dengan Ainun untuk selama-lamanya setelah mereka bersatu dalam percintaan selama 48 tahun Habibie seperti kehilangan sebagian jiwanya maka dokter pun menyarankan 3 alternatif untuk menyeimbangkan kembali kejiwaannya 1) bercerita dengan teman 2 ) perawatan psikologis dengan bantuan obat-obatan atau alternatif 3) menulis. Habibie kemudian memutuskan untuk menulis untuk menyalurkan emosinya yang meledak-ledak.

Habibie sendiri kemudian mengaku ketika diwawancari O Channel bahwa bagian buku yang menarik adalah awal dan akhir artinya perjumpaan dan perpisahan.

Beberapa kutipan ini cerita bagian awal sungguh indah dan sengaja saya tak mengutip cerita bagian akhir , saat perpisahan yang sangat menguras air mata untuk membacanya :

” Ainun kamu cantik, dari gula jawa menjadi gula pasir!”

Mata Ainun yang sejak kemarin telah memberikan getaran jiwa saya dan saya rindukan sepanjang masa.

” Entahlah, yang jelas kita lalu berpacaran, malam-malam hari di dalam becak dengan jok tertutup walaupun tidak hujan ”

Akhirnya, dengan bekal masing-masing satu koper, berangkatlah kami berdua ke Aachen

” Jikalau saya pulang sering Ainun memandang keluar dari jendela menantikan kedatangan saya walau di luar hujan , dingin dan gelap. Setibanya di depan pintu Ainun membukanya dan memandang mata saya dengan senyuman yang selalu saya rindukan ”

Ucapan Habibie saat member kado mesin jahit Singer ultah ke-25 Ainun ” Maafkan kemampuan saya hanay ini saja “. Ia mencium saya dan menjawab ” Kamu sudah memberi saya yang lebih indah dari semya yang kamu tak dapat bayangkan ”

Hanya dalam waktu 1 tahun pasangan ini segera diberi momongan, Habibie yang pandai itu tak mengerti sindiran kawan-kawan di Jakarta dan Bandung yang mengatakan ” merebut Ainun dengan cara Eropa dan Jerman”. yang dulu membingungkan kini jelas maksudnya.

” Karena itu saya sampaikan kepada Ainun, jikalau anak kami pria maka nama yang tepat adalah Ilham Akbar. Ibu kandung bayi kami ini Ainun selalu mengilahmi, menenangkan dan memberi semangat kepada saya, membuat suasana tenteram sehingga apa yang tidak mungkin jadi mungkin ”

( ternyata Ilham Akbar itu bukan untuk nama teori thermoelastisitas yang ditemukan Habibie, tapi sebutan untuk Ainun )

Ainun : ” Saya bahagia malam-malam hari berdua di kamar, ia sibuk di antara kertas-kertasnya yang berserakan di tempat tidur, saya menjahit, membaca dan berbuat yang lainnya. Saya terharu melihat ia pun banyak membantu tanpa diminta, mencuci piring, mencuci popok bayi yang ada isinya ”

Ainun : ” Tahun 1965 ia Dr-Ing. Tahun itu juga memperoleh pekerjaan di Hamburg. Gaji bertambah. Dan impian kami berdua selama bertahun-tahun terwujud : kami membeli sebuah mesin cuci ”

Ainun : ” Semangat dan energinya memang lebih dari rata-rata orang. Kami sekeluarga terbawa dalam kehidupannya ”

Tidak heran buku ini justru banyak dibaca kaum muda yang mendambakan cinta sejati diperjalan hidupnya kelak atau mungkin juga bagi kita yang telah menempuh bahtera rumah tangga untuk menemukan hakekat cinta . Ini bukan hanya kisah Habibie tetapi juga kisah percintaan … manusia.

Membaca kisah ini memang menggetarkan seperti saat tersepi di antara penonton di GKJ dulu melihat Konser Rakyat Leo Kristi menyanyikan dengan indah :
” Cinta …..
gelombang kasih nan tulus
hingga usia tengah abad
selebihnya hanya kau yang tahu
memelihara
agar tetap hijau
dalam kebiruuuuuan ”

*

PUISI HABIBIE UNTUK AINUN

Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu.
Karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya,
dan kematian adalah sesuatu yang pasti,
dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu.

Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat,
adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang,
sekejap saja, lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati,
hatiku seperti tak di tempatnya,
dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi.

Kau tahu sayang,
rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang.
Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang,
pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada,
aku bukan hendak mengeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.

Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang,
tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik.
mana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua,
tapi kau ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia,
kau ajarkan aku arti cinta, sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.
Selamat jalan,
Kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya,
kau dulu tiada untukku, dan sekarang kembali tiada.
selamat jalan sayang,
cahaya mataku, penyejuk jiwaku,
selamat jalan,
calon bidadari surgaku ….

BJ.HABIBIE

Saya termangu takjub memandangi Taman Bacaan ( TB ) yang nyaris jadi itu.
Dulu hanya sebuah angan-angan …

Anak-anak Bojongkulur dan anak kami yang autis Gusti sungguh menginspirasi.
Saya suka sedih melihat anak-anak kalau liburan bingung apa yang harus dilakukan, selain mengulang bermain PS walaupun mungkin sudah bosan, atau bahkan saya lihat anak orang kaya pun bosan ke mall. Kadang kami bersama-sama bersepeda dan berjalan kaki sampai jauh di belakang perumahan kami dan kami menyebutnya dengan berlebihan ” berpetualang ”
Mereka membutuhkan tantangan lain, maksud saya petualangan ke dunia spiritual muncullah ide TB itu.
Hubungan dengan Gusti ? Hanya berharap siapa tahu anak autis itu jadi tidak takut bersosialisasi ketika banyak teman akan datang di TB.
Walaupun sampai sekarang saya masih nol pengalaman dalam mengelola TB, tapi beberpa teman bahkan sudah mengirim buku ke rumah saya, bahkan ada yang menawari advise untuk mengelolanya. Seorang kawan dulu mengirimkan 2 mobil peralatan TK.

Tidak mudah mendesign dengan keuangan yang terbatas namun pada prisipnya saya ingin agar TB itu terlihat lain dengan rumah pada umumnya.
Seorang sahabat saya di Amerika menceritaakan sahabatnya yang punya sanggar tari rumahnya bulat seperti bola. Pak Leo ketika kumintai pendapat seperti biasa diam lalu berujar : Buat Segitiga Mas !
Giliran saya yang bingung karena kemampuan seni saya terbatas saya tak mampu menerjemahkan lebih lanjut secar deatil .
Akhirnya saya hanya ingin membuatnya sebagai rumah tradisional yang adem yang membuat anak-anak betah bermain dan membaca.

Lagu-lagu Leo memang bukan hanya aku nyanyikan tapi betul meresap kedalam bathin. Dalam perjalanan naik kereta ke Jawa saya melihat anak-anak di luar kereta berteriak-teriak : Minta Om , Minta Om !
Potret suasana ini sering ditampilkan ditirukan Leo saat menyanyikan Kiara Condong.
Bait dalam lagu ini pula yang sangat menyentuh saya apabila saya berkeliling bersepeda dengan istri dan Katia memasuki kampung-kampung yang becek di musim hujan belakang rumah kami melihat anak-anak bermain seadanya.

” Oh Bilakah mereka
lambaikan buku
dan pena di tangan ? ”

Saat itu saya cuman berpikir ingin,
tapi mampukah ?
Saya tak tahu saya segera memulai ketika kami temukan tukang

Yang menarik setiap kepada sahabat saya pamerkan ide saya mereka bahagia dan dengan segera ikut membantu. Esoknya kubaca sms : jangan berhenti hanya TB mungkin bisa tempat belajar menari. Esoknya saya terima buku dan film karya kawan saya. Esoknya ada yang sms : aku nanti nyumbang bercerita. Esoknya Pak Leo ketika berkesempatan berkunjung tapi kami tak di rumah mengirim sms memberikan saran untuk daerah dinding yang gelap dan atap.

Aduh,
sudah kebayang anak-anak menggelosor di lantai
membaca buku berjam-jam
dan petualan dunia spiritual itu akan tertanam selamanya di lubuk hatinya
dan hati kami akan terus bernyanyi :

Lewat Kiara Condong kereta laju
Panorama di sana memaksaku tersenyum
Bocah-bocah tak berbaju
Berlari-lari sepanjang tepi
Di setiap detak roda yang kelima
Bergerombol bocah-bocah

Bermain gundu, kuda pelepah
Mengejar layang, lambaikan tangan
Ooh, bilakah mereka lambaikan buku
dan pena di tangan

Lewat Kiara Condong kereta laju
Seorang gadis telanjang dada
Basah rambutnya berkeramas
Sempat kulihat tisik kainnya
Di balik dinding bambu
Reot dan tak beratap

(Ketika lewat Kiara Condong)
(Matahari tidur di balik gunung)
(Ketika lewat Kiara Condong)
(Tuan-tuan tidur di sejuk gunung)

Minta Om,
ADI

Posted by: sepanjanglempong | June 1, 2012

Menemukan ( Lagi ) Leo Kristi

Untuk Sahabatku : Titi Ajeng

karena tak memiliki background seni saya sendiri suka bingung mebayangkan bagaimana sebuah karya seni lahir. Jadi ingat pesan guru matematika SMA 3 di Semarang dulu alm Pak Warno kalau kami takut tak bisa matematika, beliau akan berkata ” Maju saja papan tulis akan membuatmu pintar !”
Dengan semangat seperti itulah saya selalu menulis dan mendengar serta berdiskusi dengan teman-teman sekomunitas yang lebih mumpuni di bidang seni isyallah membuat semakin mengerti

Apa yang dilakukan seorang Leo Kristi ?

mula-mula ia menulis syair, membuat aransemen lagu lalu menyanyikan
baik dalam rekaman maupun pertujukan.
Yang pertama dan kedua bisa secara urutan terbalik, kadang ia mengaransemen sebuah lagu lengkap dengan melodinya baru syair disisipkan.

Kita semua tahu ia menulis syair dengan berjalan. Baginya berjalan adalah bekerja. Tak banyak syair yang terlahir hanya dengan daya imajinasi semata. Ia mengakui tak pernah ke Timor Timur tapi ia bercerita bahwa ia ngobrol di sustu sore di tangsi tentara dengan seorang sersan tentang kekejaman perang di Timor Timur sambil menggedong bayi sang sersan kecil yang manis.
Atau mungkin LK juga tak pernah ke Pulau Buru namun dari cerita sejarah ditambah buku-buku yang pernah ia baca ia mampu mengimajikannnya.
Selebihnya ia seperti memotret peristiwa lalu menyampaikannya sebagai sebuah kesaksian. Kesaksian dalam betuk puisi nan indah.
Lenganglenggong badai lautku, senandung sepi, padi-padi telah kembang, purnama terang tersaput awan, dalam jaket tua yang lembang, semangat pagi nyanyian bunga , dst-nya   
Tak heran Bre Redana pernah menulis kolom dengan judul yang tepat sekali. ” Menemukan Leo, Menemukan Puisi ”

Membaca puisi LK tidak hanya menimbulkan keindahan namun juga meninggalkan makna yang dalam : ada pencerahan.
Sahabat saya dulu malah punya ide kalau petikan puisi LK dibikin quote semacam kalender. Satu kali saya makan di sebuah warung yang memajang petikan karya penyair besar di Jl Alternatif Cibubur saya melihat petikan syair LK di dinding.
Sebutkah : selamat tinggal hari kemarin, hendaknya kita berdiri satu hati sampai nanti, kepercayaan pada esok dan lusa aku suka, berpisah langkah hati tetap satu di sini, dst-nya.    

Mendengar berbagai lagu, mendengar bunyi-bunyian, barangkali juga memotret peristiwa barangkali sumber isnpirasi musiknya.
Berbagai lagunya mirip Beatles, Stone atau bahkan theme music For a Fiew Dollar More.
Rekaman atas lagu dan musik sangat kuat. Ketika saya pameri koleksi Dr Zivago ia langsung menyanyi … atau ketika pagi-lagi semisal saya setel musik jadul The Platter ia bersenandung meneruskannya
Secara tak sengaja saya peranh naik kereta sambil mendengar lagunya Kereta Laju. Sedari intro yang yang cepat dan melodinya yang juga cepat-riang, sambil mendengar gesekan roda besi dan rel melaju … saya semakin menangkap maksud musik itu. Cepat berlari, Bawalah aku Jauh-jauh pergi.
Saya pernah dengar ceritanya mencari baling-baling bambu/kayu untuk menghasilkan suara seperti yang diinginkan ia menjelajah masuk ke desa-desa di Bali.
Atau mendenagr ceritanya ketika melewati orang Jepang mengalun musik indah
dari balik jendela. Berjam-jam ia nebeng menikmatinya.
Sirou-Kirou, Sahsiagemassssssuuuuuu ….

Lalu bagaimana ia menyanyi ?
Suatu malam saya begadang dengan Mas Naniel. Setelah kaget saya mendengar backgroundnya teater saya semakin kaget mendengar ucapannya : ” Leo itu pandai berexpresi bukan bernyanyi ”
Lalu ingatan saya melayang di setiap pertunjukan Konser Rakyat Leo Kristi.
Saya membayangkan dandanan, membanyangkan mimik mukanya, mebayangkan gerak tubuhnya, mebayangkan ceriat-ceritany yang tak selancar lagunya.
Orang-rang menyebutnya teatrikal.
Wartawan dan penggemar berat fotografi berebut mencari moment yang bagus untuk memotretnya.
Dalam berexpresi tentu aspek yang terpenting adalah “penjiwaan”
Pantaslah ia selalu mengingatkan : ” Roso Rek, Roso … ”
Roso itu pulalah yang berbeda yang dibawa di setiap konsernya.
Kadang saya ingin sekali melihatnya menyanyi persis kaset,
tapi saya ingat kawan saya yang pandai bermusik berkomentar album kompilasi ulang Di Deretan Rel-Rel ( 1985 ) : sungguh dahsyat !
Saya terjebak mencintai Nyanyian Musim versi Nyanyian Fajar ( 1976 )kawan saya malah menyukai aransemen DDRR.
Bagaimana kita menghayati kehidupan nelayan yang keras dalam ruangan berhawa sejuk AC ?
Saya pernah lihat LK minum kopi di tempat pelelangan ikan yang sangat amis cenderung kotor dan riuh. Barangkali saya sendiri tak akan mampu meminumnya. Tapi kejengahan saya berubah ketika melihat semangatnya menyanyi dikelili para nelayan dan penjual ikan itu.
Ekstrimnya ” Kota-kota kecil dalam suara ronda malam ” tentu susah dibayangkan sambil makan di resto-resto gemerlap Cilandak Town Square. Kita mesti berjalan menyusuri kota-kota kecil dan merasakan suasananya di waktu malam.
Dalam sebuah kesempatan saya pernah mengelilingi Surabaya mencari jejak lagu-lagunya : Lembaga Indonesia Perancis ( Nyanyian Malam ), RS Dharmo ( SASL ), Balai Pemuda ( Kutunggu di Balaimuda, Patung Sudirman ( Memorial Sudirman ) , Syangogga ( Synagoga-Synagoga ), Kranggan Pangselan ( Catatan Jalan Surabaya )
hanya sekedar kalau saya nyanyi di kamar mandi mendapatkan bayanga visualisasi yang jelas.
Kadang saya sendiri geli, tidak bisa menyukai album begitu sekali setel,
Setelah lama baru merasakan enaknya.

*

Leo Kristi yang cenderung “nyleneh” itu yang kadang membuat orang suka.
Ketika orang asyik demam lagu cinta ia malah menciptakan Tanah Merah in Memorium semisal.
Kini ia ngeblues, nge-rock atau malah ngejazz.
Saya jadi teringat ketika puisi makin dalam dan sentuhan musik makin etnik dalam Nyanyian Tambur Jalan katanya ia ditinggalkan penggemarnya. Tapi mendapati jawaban seorang LKer saya sungguh terpana ketika saya tanya album apa yang paling dia suka. Dengan tegas menjawab : Nyanyian Tambur Jalan.
Dalam Album terbaru Warm Fresh and Healthy pun saya pesimis ia sedang berkompromi dengan pasar. Sedari dulu ia begitu batu karang dalam berprinsip. Dalam senyumnya saya tafsirkan lain .. ia terus ingin berexpresi.
Wilayah yang memang menjadi hak prerogratif sang seniman.

Ah, Kompas Minggu ini menyorot tema ” Di Bawah Penjajahan Ponsel”
denagn potret seorang buruh gali tanah sedang ber-sms
lalu bertanya
” Benarkah ini menandakan bahwa model pertumbuhan ekonomi kita bertumpu
pada konsumsi ?”
Dan aku jadi ingat pidato Bung Karno : ” Tahukah saudara-saudara model penjajahan baru, neo-kolonialisme ? ”
bahasanya Leo
” I sing about my sawah ladang luas yang hilang,
and I sing aboiut my new style … of my country ”

hijau lelumutan langit biru
ADI

 

 

Posted by: sepanjanglempong | June 1, 2012

Konser Rakyat : Semangat, Harapan dan Keriangan

Ketika Leo Kristi mencetuskan ide Konser Rakyat tentu tidak sedang bercanda. Di sepanjang Nusantara saja nyanyian dan musik rakyat bertebaran. Apa yang menarik ? Kalau dicermati selalu ada semangat, keriangan, harapan yang original melekat di tiap musik rakyat. Toh, walau kita tak mengerti bahasa Lombok atau Using di Banyuwangi, mendengarkannya serasa menciptakan ruang kerinduan tersendiri.

Tergambar gairah nelayan pergi melaut, petani bermandi matahari menggarap sawah, kehijauan hutan tropis, pancuran air bening jernih, bau pasar tradisional, kegembiraan bocah bermain di halaman di malam purnama. Lagu ini seperti paduan harmonis manusia beserta suka duka perjuangan kehidupan dengan alam dimana ia tinggal. Bagi mereka yang suka jalan-jalan ke pelosok tanah air terasa sekali.

Leo dengan background musik serius dan kepenyairan yang kuat telah mengemas menjadi komposisi yang indah. Bisa mengerti tidak mudah menciptakan lagu-lagunya. Butuh berbulan-bulan untuk mengendapkan setelah perjalanan. Ia selalu ingin yang baru tanpa meninggalkan semangat rakyat dalam keseharian.

Leo tetap konsisten dan di album terakhir ia banyak memotret Nusantara yang sedang berubah. Rakyat yang beadaptasi dengan perubahan tetap dengan semangat, keriangan dan harapan. Ia berkata ” new life style of my country “. Bukankah kita kini tidak heran di desa-desa petani bilang : ” sms saja ya “. Mendengar Putu Sujenan, sosok masyarakat Bali yang menerima perubahan Bali secara besar-besaran tetap dengan semangat. Putu barangkali sudah tidak memiliki sawah, dipakai untuk pijat spa dengan pemandangan rice field view yang menguning yang disukai turis-turis asing. Sementara kita kadang kawatir tiap menginjak Bali merasa seperti Eropa di Asia.

Kini kadang aku bersukur dulu ketika sekolah dasar diajarkan lagu-lagu rakyat. Sampai kinipun masih tak tahu artinya, tapi semangat dan suasana tersimpan rapi di dasar hati. Maka kini kita juga mengerti album Konser Rakyat Leo Kristi juga dokumentasi budaya tanah air.

Kadang saya geli mengamati polah tingkah sahabat-sahabat LKer saat menonton konser. Mereka tidak hanya sedang menggemari Leo Kristi, namun sedang merindukan menemukan kembali semangat, keriangan dan harapan akan tanah tumpah darah kelahirannya. Teman-teman menciptakan ruang bathin : Indonesia.

Dan kini sudah jarang saya temui petani bersepeda di subuh membawa sekeranjang sayur menuju Pasar Pondok Gede melintasi depan rumah kami.
Ladang-ladang dijual buat perumahan. Tapi masih kudengar suara Jaipong bila ada orang hajatan. Dan dari corong-corong mesjid kampung masih kudengar merdunya suara shalawatan.

Tanah Pertiwi, Tanah Pusaka Negerimu …
Adi

Posted by: sepanjanglempong | June 1, 2012

I shall Return and Noli Me Tangere

semua kawan saya mengeluh ketika harus meeting 1 hari di Manila karena perjalanan bisa 2 hari sendiri pulang pergi, bersyukurlah saya memiliki teman smp yang tinggal di sana menikah dengan gadis Philipina dan berkarya di sana. Bagi saya yang jarang bepergian ke luar negeri, maka kesempatan itu aku nikmati sebisa mungkin. Kawan saya bertanya apa kesukaanmu, langsung tentu kujawab : sejarah dan pemandangan. Philipina ? Ingatan melayang ke Jendral berbintang 5 Douglas Mc Arthur. Sosok yang pernah dipermalukan dikalahkan Jepang, lalu berjanji kembali untuk merebut kemenangan dengan kata-katanya yang tersohor ” I shall Return ! ”
Di kemudian hari sejarah mencatat Sang Jendral ini memang memenuhi janjinya.
 
Sebuah pulau bernama Corrigedor adalah wisata saya sehari. Pulau yang terletak di Manila Bay sekitar 1 jam naik ferry, ternyata lebih dekat dengan tempat bernama Bataan. Di Bataan pertama sekutu mengalami kekalahan dan pertempuran hebat itu diabadikan dengan film dengan judul sama : Bataan. Kawan saya yang Philipina mungkin agak heran saya mengerti Bataan, tapi bagi yang senang sejarah akan memahami. Di Pulau Corrigedor yang sejak zaman penjajahan Spayol sudah dipergunakan, sejak 1913 dijadikan pangkalan Amerika beserta pasukan Philipina. Sisa-sisa reruntuhan barak tentara masih nampak di sana sini. Beberapa kumpulan meriam Perang Dunia 2 bertebaran di sana. Bahkan ada Meriam besar yang tak pernah digunakan karena meriam tersebut mengarah ke laut lepas dan Jepang tidak pernah menyerbu dari laut lepas. Jepang datang dengan pesawat ataupun menyerang dari belakang, dari Bataan. Di Pulau ini ada terowongan bernama Malinta di sinilah Presiden Philipina
diterima dalam pengungsian oleh Sang Jenderal.
 
Di pinggiran laut itu terbayang ketika Sang Jenderal mesti mengungsi ke Autralia dengan kapal selam setelah 3 kali diperintah oleh presiden Roosevelt. Istri yang setia mendampinginya kemanapun pergi bahkan menyebut mesra sang istri sebagai my best soldier. Dan di pinggiran laut itu dengan gagahnya 3 tahun kemudian ia mendarat, ketemu lagi dengan haru dengan Jendral berbintang 3  Mainwrigh yang berjuang gigih walaupun akhirnya menyerah ke kekuasaan Jepang.
Di terowongan itu masih nampak sisa tempat bahan bakar yang rusak karena tekanan tinggi terkena ledakan para rpajurit Jepang yang memilih bunuh diir dengan meledakkan diri di dalam terowongan. Ada lagi suicide cliff tebing tempat para prajurit dengan semangat bushido ini memilih megakhiri hidupnya penuh dengan kehormatannya. Persis yang dilakukan di Pulau Saipan. Bekas jatuhan bom-bom Jepang nampak dimana-mana. Saya jadi ingat LakmanaYamamoto.
Tour Leader mengatakan setelah menguasai pulau tersebut para tenatra Jepang berfoto di depan meriam2 besar sebagai propaganda.
” Nippon Banzai, Banzai Nippon !”
 

Esoknya saya hanya sebentar mampir ke kota tua dikelilingi benteng Intramaros, Menarik saya mengujui Gereja St Agustin yang telah berusia 400 tahun.
Guru SMP saya mengajarkan Glori Gospel Gold.. Arsitek Sanyol terasa di kawasan ini bahkan katanya pemerintah setempat melarang pembangunan yang tak mengacu ke abad pertengahan. Gereja ini merelakan sebagian koleksinya dijadikan museum di sebelahnya. Saya menonton dengan takjub koleksi lonceng, jubah, lukisan dan patung-patung manusia suci agama Katholik tersebut yang usia sudah ratusan tahun. Yang menarik di lantai marmernya yang tua banyak jemaat dimakamkan di sana. Nama-nama yang telah pergi ditatahakna di batu marmer yang kita injak saat kita memasuki gereja. Menilik tahun-tahun wafatnya juga sudah ratusan tahun yang terkubur di sini.
“Di sini diemayamkan lalu dibakar lagi …”
 
Setelah menengok sebentar ke Katedral kawan saya membawa ke benteng : Fort Santiago. Di dalamnya ditunjukkan tempat pahlawan nasional Philipna dr Jose Rizal disekap dituduh sebagai pengahasut. Jejak langkahnya diabadikan dalam lempengan kuningan saat ia harus menjalaani eksekusi kematian.  Vsiusali sasi sederhana ini sungguh membuat saya merinding. Di sebelahnya nampak museum bahkan nampak peralatan dokter mata yang dulu dipakai pratek dan beberapa buku karya beliau.
di tengah kota patungnya tegak berdiri sebagai mounume dan dijadikan titik 0 kota Manila.
orang yang melampaui zaman ini memilih plain living high thinking semcam Bung Krano, Bung Hatta dan Syahrir. Seorang pejuang memang kesepian.
” Aku terpisah dibelaha bumi tersepi, secarik kabar darimu akan samnt berarti …”
 
dalam perjalanana pulang di atas lautan pacifik saya teringat kata-kata Jose Rizal : saya berbahagia mati demi … atau pidato Mc Arthur di atsa kapal USS Missouri saat mengakhir perang dunia 2 dengan penandatangan penyerahn Jepang setelah di bom atom.
” Oh Sepatu Larsa ….”
Dan saya kangen kawasan tua Batavia di Jakarta dan Semarang. Seandainya kita bisa mengelola lebih baik ….
 
Masa depan terpilih,
ADI

Posted by: sepanjanglempong | June 1, 2012

Negeri 1000 Candi

Tak terasa sudah lebih 15 tahun aku tak menginjak Karang Anyar, Surakarta lagi setelah terakhir ke sini. Candi Sukuh adalah tujuan kami. Walau bagi pribadi ini mengulang yang kedua kali namun ketakjuban akan candi yang berbentuk priramida ini tetap tak terperi. Bagaimana sebuah kebudayaan di suku Inca di Amerika Selatan atau Piramida di Mesir sana bisa mirip di kaki lembah Gunung Lawu. Tak salah ada yang menteorikan semua karean UFO yang membangun, atau bisa jadi teori Prof Santos yang benar bahwa Indonesia dulu pusat peradaban dunia. Tak seperti dulu saya harus mendaki menuju candi ini, pemimpin daerah Solo sangat baik dari gerbang depan tertulis rapi Kawasan Wisata Candi Sukuh dan Candi Cetho. Bahkan jalanan mulus hingga depan Candi. Ingatan saya kembali kepada keunikan candi ini, dimanakah simbol kesuburan berupa gambar kemaluan ini berada. Ternyata di pintu pertama dalam keadaan terkunci dan kini seolah dikeramatkan karena bertaburan uang recehan.
Ke candi utama setinggi 8 meter dan 3 kura-kura di sekitarnya semakin menikmati pemandangan sekeliling candi yang tak seberapa luas. Tak banyak hanya 2 rombongan termasuk kami selebihnya malah orang Jerman yang dengan antuias mendengar cerita dari tur leadernya.

Perjalanan kami lanjutkan ke Candi Cetho yang 7 km lebih jauh dan lebih tinggi namun jalanan sungguh indah. Setelah melewati meliuk-liuk dipinggir terbing smapailah kami ke Candhi yang berundak-undak ini. Pemandanagn ke bawah sungguh menakjubkan. Namun candi ini sempat dikiritisi karena pernah direnovasi oleh kerabat dekat Soeharto tanpa studi terlebih dahulu. Jangan heran begitu masuk anda akan merasa seperti di Besakih Bali. Menjelang puncaknya beberapa banguan mirip sekali pura-pura di Bali. Sungguh aneh, zaman keemasan arsitektur Jawa dipaksa dibingkai dengan kepicikan paradigma saat ini. 

Jalur ini tak jauh dengan Astana Giri Bangun tempat pemakaman Pak Harto dan Ibu Tien juga Astana Mangadeg, makam Mangkunegoro I atau lebih dikenal dengan Pangeran Sambernyowo berada.

Keburu takut kesorean perjalanan kami lanjutkan ke Cemoro Sewu perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. “30 tahun yang lalu ayah selalu berkemah di sini sebelum mendaki Gunung Lawu bersama kawan-kawan Pencinta Alam SMP seusiamu” begitu aku ceritakan pilihan hobby kepada anakku. Kabut tebal benar saja turun menutupi jarak pandang kami. Tak sempat kami nikmati air terjun Tawang Mangu yang kesohor karena Katia memilih telaga Sarangan untuk kunjungan berikutnya. Jalan menuju telaga kini cukup lebar namun masih terlihat jelas gempuran sisi gunung untuk pelebaran jalan ini. Sarangan di sore hari masih indah seperti yang digambarkan dalam lagu Gesang di balik nampak panorama Gunung Lawu namun angin kencang sekali dan hawa dingin menusuk tulang. 

Esoknya kami berkunjung ke Candi terbesar di Jawa Timur, yang selam ini hanya ada dalam  angan-angan kami. Panataran. Sesugguhnya sebuah komplex candi yang indah karena seperti mengenal candi depan dan candi utama, sayang banyak yang telah runtuh namun tak mengurangi nuansa keindahan candi. Tentu kami tak lupa mengunjungi makam Bung Besar di kota kecil ini. Teringat lagu Leo ” Aku terpisah di belahan bumi tertepi ….”. Blitar bisa jadi tanah kelahiran Bung Besar namun juga bisa dibaca dari grand skenario untuk De-Sukarnosasi. Bung Besar itu tetap dipisahkan walau telah menjadi jasad. Menarik makam BK ini masih memberikan rezeki orang-orang kecil, berjualan souvenir hingga bunga tabur. Sebelum memasuki makam di kanan tersedia digital library dan di kiri koleksi kebesaran foto-foto perjuangannnya.
Ia tetap dipuja dan dicintai rakyatnya hingga kini … merinding memasuki tempat peristirahatan terakhir ini. Kadang air mata tak terasa menitik mengenang sejarah jatuh bangun si Bung.

Menikmati bangunan-banguna tua di Malang yang menjadi legenda arsitek Belanda kenamaan Herman Karlsten setelah Bandung dan Semarang memiliki kepuasan tersendiri. Esoknya kami ke Batu tentu menuruti impian masa lalu seperti tertetera di buku pelajaran SD kami sampai ke Pemandian Selecta. Kami terpingkal-pingkal objek wisata ini memang sudah tua hanya taman bunga dan kolam renang tersisa. Malang selalu identik dengan apelnya, di Agrowisata petik apel mungkin tak seheboh dulu boleh memakan sepuasnya. Dengan 43 ribu kita hanya diperbolehkan memetik 2 apel dan 3 jambu. Bagi kami yang besar di kota melihat pohon apel bertumbuhan buahya saja sudah hebat apalagi memetiknya, di sini kami hanya melihat apel jenis manalagi. Perjalanan kami lanjutkan ke Pujon ke waduk Selorejo untuk melihat Gunung Kelud dan Kawi namun sayang cuaca mendung menghalangi pemandangan kami. Saya jadi ingat jalan ini menuju Ngantang kota kecil dimana tokoh pemberontak yang pernah
menggegegerkan tanah Jawa zaman Mataram,Trunojoyo ditangkap. Lebih menarik lagi Batu kota dingin 17 km di atas kota Malang bak menjadi kota satelite karena di sini ada Jatim Park-1 dan 2 wahana wisata dan edukasi. Seperti direkomendasi teman-temannya Katia tak sabar menunggu malam untuk melihat BNS ( Batu Spectacular Night ) dengan Lampion Garden nya yang sungguh menawan bahkan tidak ada di Jakarta. Saya terperangah kota peristirahatan ini kini jadi macet di musim liburan.

Hari terakhir di kota Malang tak lengkap kalau kami belum berkunjung ke Candi Singosari. Patung Dwarapala rkasaska besar bergada dan tersenyum kembar itu telah lama kuimpikan, bahkan setiap mendenagr kota Malang hanya gamabran arca ini yang terbayang. Kami juga mampir ke perkebunan teh hitam di Wonosari, menikmati teh dikesejukan gunung, lalu kami teruskan ke Nangkajajar arah ke Bromo melihat perkebunan apel malang hijau merah di pinggiran jalan. Cuaca memang tidak bersahabat gunung-gunung biru semua tertutup kabut. Perjalanan kami lanjutkan ke Candi Jago dan Kidal. Semua candi yang kami kunjungi terawat baik, namun kami yakin masih ada beberapa candi di Jatim yang belum kami kunjungi karena waktu terbatas.

Ketika sampai di Jakarta, saya ingat kawan saya kontan komentar menyesal berlibur ke Malaysia setelah melihat foto-foto kami.

Semua impian beludru, sutera dusunku
ADI

Posted by: sepanjanglempong | June 1, 2012

Hanya Itikad Baik Orang Saja …

Dalam perjalanan ke distributor saya melihat seorang salesman roti ngebut dan tanpa disadari rotinya jatuh berceceran.
Seorang bapak turun dari mobil dan membantu memunguti juga pengendara sepeda motor di belakangnya membantu 
sebelum kami akan ikut turun menolong.
Hilanglah kesempatanan kami.

Berbuat baik itu memang bisa datang dari niat baik.
Niat baik biasanya tanpa kepentingan.
Dilakukan karena ingin saja dilakukan.
Namun perbuatan baik kadang juga disertai kepentingan.
Begitu kepentingan berlawanan dengan respon object jadi kita sebagai subject menjadi kesal.

Dunia modern yang didominasi kapitalis penuh dengan kepentingan.
Wani Piro” atau “berani berapa ” adalah guyon bawah sadar yang mercerminkan dunia kapitalis.

Setelah sukses sebagai bisnisman banyak orang yang ingin mengakhiri hidupnya bekerja di sektor sosial.
Menjadi warga dunia, citizen people.
Betapa sepinya menjadi CEO sebuah perusahaan.
Ia berdiri di menara gading dan tiap waktunya berharga untuk mengambil keputusan-keputusan yang vital bagi perusahaannya.
Kadang kalau lupa kehidupan keluarga sosial bahkan kesehatan.
Sukses namun tidak bahagia.
Ia merindukan dunia niat baik, yang selama banyak terlupakan.

Suatu kali saya nonton Indovision kalau tak salah judulnya CEO Under Cover.
Sang CEO turun ke bawah menjadi mekanik, tukang tagih, pelayanan pelanggan dsbnya.
Dimana ia “belajar” dari mentornya dengan tulus memberi tahu kekurangan dan kelebihan system apa adanya.
Niat baik bawahan ternyata lebih mudah disampaikan justru kepadanya ketika ia acting sebagai bukan CEO.

Niat baik sebenarnya adalah fitrah manusia. People is Good, kerennya.
Yang lebih menarik, seperti dulu pernah saya cuplik.
Berbuat baik itu ternyata adalah terapi penyembuhan bagi penyakit : The Healing of Doing Good.
Alih-alih anda merasa kesal bila kepentingan kita tak sejalan,
maka dengan niat baik segalanya ichlas dilakukan.
Kita tak lagi terpengaruh atas renspon object kita. Pun kalau tak ada ucapan terimakasih.

Menarik kebetulan di perusahaan saya bekerja yang telah berusia lebih 100 tahun di Amerika,
sebuah perusahaan keluarga, 5 generasi turun menurun, menempatkan kata-kata bijak kakek sang pendiri
saat pembagian laba pertama di tahun 1904 yang kemudian menjadi pondasi nilai-nilai luhur perusahaan
This We Believe : ” The Goodwill of the people is the only enduring in any business … It is the sole substence. The rest is shadow.”
( Terjemahan bebasnya kira-kira : ” Hanya itikad baik orang saja yang abadi dalam bisnis apapun.
Hanya itulah yang kekal … lainnya hanya banyangan belaka )
 
Kini ada sebuah model wirausaha baru, saya lupa istilahnya.
Apabila kita membuka bisnis kecil semisal tidak hanya mencari untung,
namun juga ada niat baik menolong karyawan atau partner dalam bisnis tsb.
Walaupun untung tetap yang utama karena memang bisnis dijalankan karena dan mencari keuntungan.

Saya terharu lihat perjuangan teman-teman yang tak kapok selengarakan konser.
ada yang jaulan CD, ada yang bikin pin, ada yang cari gedung gratisan, ada yang ….
Konser bak sebuah project selalu ada resikonya.
Tiap muncul kesulitan sahabat-sahabat tetap tersenyum.
Sedari awal, saat konser dan setelah konser sahabat-sahabat saya bahagia dan enteng saja menjalani.

Jadi ingat syair Umi Muda Serambi Tua, hampir tiap konser dinyanyikan :
Cinta / seperti saat kita pandang diri / Bebas belenggu / hangat dan bijak / tulus luhur …

 
Jaga jernih berjaga,
ADI

Posted by: sepanjanglempong | June 1, 2012

Keindahan Kematian

Mengenang 1 tahun wafatnya Ayahanda ytc Suradi Suwardi
 
( Setahun lalu.
sebelum engkau pergi.
engkau ingin seluruh anak-anakmu berkumpul.
engkau meminta maaf kepada seluruh anak-anakmu
bahkan engkau melarang kami menangis
betapa agung jalanmu pulang menuju keabadian … )
 
betapa tidak enak tidak bisa pulang ke kampung saat tahlilan 1 tahun ayahanda.
dokter muda yang memeriksa menakuki katanya gejala typus jadi saya mesti istirahat total.
masih dalam lemas di lepas mahrib saya membaca yassin.
saya kawatir akan tumpah air mata.
biasanya kerinduan, penyesalan, dan perasaan yang tak bisa disebutkan satu-persatu menggumpal.
ini malah tidak.
Saya jadi ingat mas Totot yang dulu menasehati begitulah rasanya kehilang seorang ayah.
karena banyak tidur siang maka saya mengadakan peringatan dalam diam.
seingatku ada 2 buku tentang kematian yang aku punya.
aku ingin membacanya kembali.
keduanya
ingin saya bagikan untuk teman-teman semampu yang bisa saya cerna
 
kematian memang tabu dibicarakan.
karena naluri manusia dengan kuat menolak kematian.
jiwa kita mendambakan keabadian.
 
setidaknya ada dua aliran kepercayaan manusia tentang kematian.
satu menganggap kematian adalah akhir segalanya 
yang kedua menganggap ada kehidupan setelah kematian.
sebut saja yang pertama adalah dengan label Sekuler yang kedua Religius.
Uniknya keduanya  ini memiliki persamaan yakni semangat heroisme
dengan melakukan sesuatu untuk kenangan keabadian kehidupannya
karya-karya besar peradaban manusia membuktikan ini

Yang Sekuler bisa jadi kemudian menjadi pemuja kehidupan Hedonistis,
bisa juga menjadi orang yang tetap berbuat baik karena ingin meninggalkan nama baik
walaupun tidak mempercayai surga atau neraka.
( Bahwa kemudian menarik, di Amerika yang mayoritas penduduknya sekuler
sebuah survey penelitian menunjukan hasi di luar dugaan
Lebih 80% responden meyakini adanya kehidupan setelah kematian )
 
Tidur adalah batas kehidupan dan kematian.
dalam tidur tubuh kita istirahat hanya jiwa kita yang yang masih aktif bekerja.
kadang kita bermimpi sedang mungkin sel-sel tubuh yang rusak sedang diperbaiki.
ini pula yang mungkin menjelaskan sederhana adanya dimensi yang namanya jiwa.
lalu bagaimana bila kematian datang , tubuh tidak berfungsi lagi.
kemanakah jiwa manusia pergi ? masihkan ia mampu beraktifitas ?
Socrates sungguh menggelitik,
melihat jeli bahwa kehidupan adalah sebuah metamorfose menuju kesempurnaan.
dari janin, bayi, remaja lalu tua. lalu bagaimana dengan kematian sendiri ?
 
kembali ke perbedaan pandangan di atas tentang kehidupan setelah kematian
mari kita lihat secara ringan.
Bila tidak ada kehidupan setelah kematian maka logikanya sepele saja bila kita sudah tidak menghendaki kehidupan kita tentukan memilih kematian dengan indahnya.
Istilahnya Mercy Killing. Yang paling dikenal dengan disuntik serasa dibius lalu mati.
Pernah menonton film Don’t You Know Jack-nya Al Pacino
Film bagus seorang dokter yang menolong orang yang telah memutuskan untuk melakukan mercy killing dan sangat mendatangkan kontroversi di Amerika.
Hingga kini film itu tak utuh saya tonton, tak tega rasanya …

Ketika sahabat Rumi menangis melihat deritanya jelang kematian, beliau malah menjawab
Hai kawan tinggal sejenak langkahku untuk memasuki kehidupan yang jauh lebih indah dari dunia ini, tetapi mengapa engkau menangis sedih dan menahan diriku untuk menunda kehidupan baru yang sudah aku tunggu-tunggu ?”
Ini seperti dialog Nabi Ibrahim AS Sang kekasih Allah dengan Malaikat Izrael  ketika Nabi Ibrahim mendebat : “ Kekasih mana yang tega mengambil nyawa kekasihnya ?”
Israel menjawab lebih romantis : “ Kekasih mana yang tak ingin jumpa dengan Kekasihnya ?”
Lain dengan almahrum ayah saya yang melarang kakak perempuan saya menangis ketika nafasnya tersengal-sengal, almahrum berkata : “ aku sudah hidup lama, aku sudah ichlas kalau dipanggil sama Sang Pangeran Penguasa Kehidupan “
 
Firasat manusia tentang kematian bisa dilihat secara aktif ataupun pasif.
Pasif setelah seseorang meninggal kita kaji apa kelakuan aneh menjelang ajalnya.
Aktif mungkin seperti almarhum ayah saya yang meminta semua anaknya cepat pulang berkumpul karena ingin pamitan.
Sebelumnya ayah saya sering sakit masuk Rumah Sakit, tapi malah biasanya melarang mengabari kami yang jauh takut gundah gulana.
Di mailing list ini dulu pernah saya kutip juga budayana kesohor Jawa Ronggowarsito konon bahkan bisa menebak kapan datangnya ajalnya sendiri.
Katanya saat 3 bulan dalam kandungan roh ke-Ilahian- ditiuapkan ke dalam tubuh jabang bayi, roh ini masih peka di saat kecil dan makin tak peka di saat dewasa kecuali bagi mereka yang memang dikaruniai kelebihan adalah pengecualian.
Saya percaya bagi yang selalu berlatih dengan sabar menyucikan dirinya dengan kepasrahan yang tinggi akan mengetahui tanda-tanda akhir kehidupan
 
Kadang kita bencanda maunya mati pas sholat, tidak pakai sakit-sakitan.
Mengapa harus sakit untuk mengakhiri kematian ?
Saya tertarik untuk menyimak hikmahnya saja.
Bayangkan bila tiba-tiba orang yang kita sangat  cintai meninggal tanpa sakit
Bukankah kita tak akan sempat meminta maaf dan merawatnya sebagai bukti cinta kasih kita.
 
Saya selalu teringat kawan saya Kang Sena
selalu mengucapkan : “Semoga umurnya Barokah”
setiap kali menyaksikan kawannya berulang tahun.
 
Mari kita maknai Kehidupan.

Saya ingat kawan saya Ramdan Malik membawa kaset lama yang ia bongkar dari gudangnya
dengan susah payah rekaman Konser Rakyat Leo Kristi di GKJ bertahun-tahun lalu.
Dalam perjalanan ke rumah Albert, Rezza menyetelnya
Dalam suara-suara yang tak jelas mengalir lagu indah itu sungguh menyayat hati.
 
Gugur sudah usia tua
tahun pun berganti rasa kasih sayang
Gugur sudah dunia tua
zaman pun berganti daya manusia
 
Gugur sudah berat resah
hati remuk redam cinta
Ada di sana
kita menuju bersama
Selamat tinggal kegelapan
kepada-Mu
 
padaaamu ayahku,
ADI
 
Beberapa cuplikan diambil dari buku Psikologi Kematian oleh Prof Kamaruddin Hidayat.

Posted by: sepanjanglempong | April 18, 2012

Kota-ku Semarang dan Tata Kota-nya

Hati saya bahagia sekali ketika menemukan sebuah buku berjudul Arsitektur Tradisional Tionghoa dan Perkembangan Kota. Perasaan saya menebak pasti akan ada bahasan tentang sejarah kota kelahiranku Semarang setidak-tidaknya, karena terkenal dengan sejarah Tionghoa di Indonesia atau setidaknya membuka cakrawala baru sejarah Indonesia.

Buku ini memang unik karena mungkin baru pertama kalinya dan juga kandungan ilmiahnya karean merupakan disertasi Bapak Pratiwo di Aachen, Jerman.
Saya cukup membaca dan menikmati kupasan sejarahnya saja walaupun sebenarnya buku ini adalah buku arsitektur, dunia yang tak pernah saya pelajari.
Sejarah ditulis di awal agar mendapatkan pemahaman akan asal-muasal sebuah peristiwa.
Peristiwa ini kemudian tercatat rapi dalam salah satu wujudnya adalah bangunan-bangunan.

Semarang seperti juga kota-kota zaman dahulu kehidupannya tak dapat dipisahkan dari air. Sungai Semarang menjadi salah satu pertimbangan untuk tinggal.
Kini mungkin masyarakat Semarang sendiri mungkin tak tahu lagi dimana itu Kali Semarang, karena transportasi darat telah mendominasi dan kali tak dapat dipakai lagi.

Ada Ceng Ho, Pandan Arang, Belanda dan alamnya sendiri.
Ceng Ho dalam pelayarannyanya seorang armadanya Ong King Hong sakit dan memerintahkan melempar jangkar di sebuah teluk depan Kali Garang, dengan perahu kecil menelusuri sungai hingga ke bukit Simongan. Ong dan beberapa armadanya memutuskan tinggal di situ tidak ikut melanjutkan bersama Ceng Ho. Dan kemudian disusul migrasi orang Cina lain ke pemukiman ini. Daerah dari Perbukitan hingga teluk siebut Sam Po Lung yang berarti bukit Sam Po dan diucapkan dalam bahasa Jawa Semarang. Ini lebih memperkaya asal muasal kota Semarang.

Pandan Arang datang dan menyebarkan agama Islam di bukit Bergota
Namun karena erosi maka penggantinya Ki Ageng Pandan Arang II ( yang kelak ceritanya terkenal menjadi Sunan Bayat mengikuti Sunan Kalijaga ) memindahkan pemukiman arah utara mendekati sungai. Dimana keraton, alun-alun dan mesjid dibangun.

Sultan Mataram menghadiahkan tanah di Semarang karena rasa terimakasih memadamkan pemberintahan di Jawa Timur. Belanda lalu membangun benteng besar di sekeliling pos penjagaannya dan berdatangan orang Belanda. Orang-orang Tionghoa tinggal di luarnya.

Ketakutan akan pemberontakan Tionghoadi Batavia 1740 dan pemberontakan di Semarang terulang lagi makaBelanda membumihanguskan Pecinan dan menangkap tokoh-tokoh pemberontakan. Bahkan Belanda memindahkan aliran Sungai Semarang 200 m ke timur dan memindahkan ke tanah kosong di barat sungai.
Belanda membentengi kotanya dengan tembok dan membuat kanal.
Membuat jalan ke arah pedalaman JL Ambengan ( kini Jl Mataram ).
Namun ketika Daendeles membangun jalur pos Anyer – Panarukan benteng ini dirubuhkan dan membuat jalan Bojong ( Sekarang Jl Pemuda ) bagian dari proyek ini.

Perang Diponegoro menderita banyak kerugian makanya menjalankan politik tanam paksa. Belanda mendapatkan keuntungan namun daya beli rakyat tentu menurun.
Di tingkat international Terusan Suez dibuka tahun 1869, Belanda merizinkan swasta termasuk Tionghoa untuk bernjalan agrobisnis. Kebijakasanaan ini merangsang pertumbuhan di Jawa dan kota Semarang khususnya.
Rel kereta dibangun untuk menghubungkan dengan pedalaman ( 1872 ), Pelabuhan Kalibaru dibangun ( 1875) Banjir kanal barat dibuat ( 1880 ) menyusul kemudian Banjir Kanal Timur ( 1900 ) beberapa jalan dibuka Pieter-Sythoff-Laan-Randoesari-Hoogerandelan. ( kini Jl Pandanaran dan Jl Ahmad Yani ) Jl Karang Turi dan Karre Weg ( kini Dr Cipto ).

Karena laju pertumbuhan ekonomi membaik demikian pula laju pertumbuhan penduduk.
Orang Tionghoa banyak mendirikan ruko di sekitar Bojong, Ambengan ( kini Jl Mataram ) . Karang Turin dan Peterongan . Pemerintah Belanda mengambil inisiatif membangun pemukiman baru : Neuw Tjandi Baroe karena telah ada Oude Tjandi. Sang Arsitek tersohor Thomas Karlten medapatasi topografi daerah Tjandi yang berbukit dan membuat rumah berdasarkan kelas ekonomi bukan lagi berdasarkan etnik.
Rumah mewah di pinggi jalan tanpa pagar, lebih murah di jalan-jalan di bawahnya dan paling murah yang masuk kampung.

Seperti Leo Kristi yang bangga dengan Surabaya,
Kini kalau aku pulang aku juga bangga dengan Semarang
dan setiap turun di Statiun Tawang sebelum menikmati indahnya Kota Lama
aku pasti menyemangati diri dengar berteriak :

” Kota … !!! ”

Literatur Semarang memang tak banyak yang terkenal mungkin Amen Budiman dengan Semarang Riwatnyamu Dulu atau yang lebih jadul Liem Thian Joe dengan judul Riwayat Semarang. Namun secara umum persinggungan Cina, Islam dan Jawa bisa dijumapi dari beberapa literature seperti Arus Cina Islam Jawa-nya Sumanto Al Qurtuby, Riwayat Tionghoa Peranakan di Jawa-nya Ong Hok Ham atau Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara-nya Slamet Susena atau Muslim Tionghoa Cheng Ho Misteri Perjalanan Muhibah di Nusantara- Kong Yuanzhi. Buku-buku ini saya sebutkan bukan karena dalam kandungannya ataupun valid isinya namun karena masih mungkin kita dapati di toko buku sebagai referensi

 

 

Older Posts »

Categories